Menyikapi Tahun Baru Masehi

Tidak terasa waktu terus berlalu dan kita sampai di penghujung tahun. Beberapa saat lagi tahun 2012 akan menjadi kenangan dan tahun 2013 akan menyambut kita semua. Malam pergantian tahun baru masehi sangat ditunggu-tunggu oleh semua kalangan. Tidak saja dibelahan bumi lain seperti di Eropa dan Amerika, masyarakat kita khususnya kaum muda Indonesia juga sibuk dan sangat menanti-nantikan malam pergantian tahun tersebut. Semua penantian itu di impikan dengan berbagai macam planing yang akan menjadi hiburan dalam menyambut Tahun baru Masehi, seakan semuanya akan dijadikan lembaran baru, tak peduli dengan Tahun yang yang sudah membawa dirinya menuju 2013 ini. “kemaren adalah kenangan sekarang adalah kenyataan dan besok adalah impian” ungkapan itu sering terlontarkan oleh pemuda sekarang. Tepat di titik 23:45 penantian itu menyebar di tempat-tempat keramaian dengan mempersiapkan hiburan penyambutan seperti terompet, kembang api, dan sebagainya.
Berbeda halnya dengan pergantian tahun baru hijriah, banyak masyarakat yang tidak merayakannya, bahkan bisa dikatakan tidak tau kalau kemaren adalah tahun baru hijriah. Memang perayaan tahun baru hijriah tidak dituntut untuk merayakannya dengan menyalakan kembang api, meniup terompet, ataupun kumpul di pusat kota dengan tujuan yang tidak jelas. Tetapi lebih menekankan kepada bagaimana kita untuk merefleksikan apa yang telah kita lakukan pada tahun sebelumnya, dan diharapkan lebih baik pada tahun selanjutnya. Sungguh ironis jika hal itu tidak terjadi dibumi kita yang myoritas penduduknya adalah orang Islam. Tetapi yang terjadi dilingkungan kita malah menantikan detik-detik tahun pergantian tahun baru masehi.  Melihat fenomena tersebut, lalu bagaimana pandangan Islam untuk menyingkapinya??
Dalam Al-qur`an Firman Allah SWT dalam surah al-Furqan ayat 72, yang artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang)  yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”.  Dari ayat tersebut, kalimat yang “tidak berfaedah” disini menurut Ulama` tafsir diartikan bahwa Allah melarang kaum muslmin untuk menghadiri perayaan kaum musyrikan. Dengan membangkitkan kesadaran kita sesungguhnya kita selaku orang muslim sudah ada hari  perayaan yang patut kita rayakan, seperti Idul fitri dan Idul adha serta hari-hari yang lain dalam Islam. Melihat dari konsep tersebut, bukan berarti orang islam tidak boleh merayakannya, tetapi dalam pandangan Islam serta adat islami dalm masyarakat kita,  tidak ada celah sedikitpun dalam Islam  untuk merayakannya atau sekedar mengucapkan “happy new years”. tetapi kenyataannya, pada malam tahun baru Masehi dihiasi dengan berbagai hiburan yang menarik dan sayang untuk dilewatkan. Muda-mudi tumpah ruah di jalanan, berkumpul di pusat kota menunggu pukul 00.00, yang seolah-olah dalam pandangan sebagian orang “haram” untuk dilewatkan.
Sudah sepantasnya pemuda Islam seyogyanya meredam budaya dengan hal-hal yang merugikan atau tidak memberifaedah dengan tujuan agar nilai-nilai keislaman akan bangkit kembali melalui persatuan pemeluk agama Islam sendiri. Pada dasarnya, perayaan tahun baru Masehi yang dirayakan dengan hiburan, secara abstrak memang menjadi jembatan kebahagiaan, akan tatapi dibalik itu tidak ada manfaat yang menjanjikan kita sukses ditahun 2013. Maka alangkah lebih baiknya ditahun baru ini memplaningkan apa yang harus dijalaninya. Kegagalan yang sudah terlewatkan kita jadikan cermin untuk membenahi sikap menuju kesuksesan. “Rancanglah Kehidupan Besok dan yang Akan Mendatang”.

*Penulis adalah Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jember Komisariat Sunan Ampel STAIN Jember angkatan 2012
Share this article :
 
 

Copyright © 2011. HMI STAIN JEMBER - All Rights Reserved