Pendiri PT Astra Internasional dan Presiden Komisaris SIMA (PT Siwani
Makmur Tbk), kelahiran Majalengka 20 Desember 1923, ini seorang anak
manusia pilihan yang menyerahkan semua impian dan cita-dukanya kepada
Sang Pencipta yang Alfa dan Omega. William Soerjadjaja yang akrab
dipanggil Oom Willem adalah taipan panutan yang tulus mencintai
bangsanya.
Impian adalah sebuah kekuatan awal yang tidak mudah mewujudkannya.
Tapi banyak orang yang mencapai sukses yang bermula dari suatu impian.
Salah satu yang berhasil mewujudkan impiannya adalah William
Soeryadjaya, pendiri PT Astra Internasional. Ia seorang anak manusia
yang menyerahkan semua impiannya kepada Tuhan. Dan, ia telah meraih
impian-impiannya.
Kendati, dalam romantika pencapaian impiannya, ia juga mengalami
jatuh-bangun, ia tetap bersujud kepada Tuhan, Sang Pencipta yang Alfa
dan Omega.
Salah satu mimpinya yang terwujud gemilang adalah PT Astra
Internasional. Hanya dalam tempo 13 tahun sejak berdirinya PT Astra
Internasional pada tahun 1957, tak kurang dari 72 perusahaan telah
bernaung di bawah bendera grup tersebut. Di akhir tahun 1992, jumlah itu
telah merambah menjadi sekitar 300 perusahaan yang bergerak di berbagai
sektor, tidak hanya dalam sektor otomotif tetapi juga sektor keuangan,
perbankan, perhotelan dan properti.
.
Mimpi ini bermula sejak Oom Willem menjalani masa kecil dan remajanya
di Majalengka, Cirebon. Jiwa wiraswasta dari sang ayah, yang mengalir
di dalam dirinya dari usia dini, telah menempanya ulet, cerdas, inovatif
dan peka atas nalurinya dalam meniti bisnis demi bisinis. Dari
berdagang hasil bumi dan minyak goreng di Jawa Barat, dan berdagang
kacang dari Bandung ke negeri Belanda pada 1947, semasa studi di negeri
kincir angin itu, Oom Willem tidak kenal kata menyerah. Ia ulet, bekerja
keras dan berdoa.
Pengalaman jatuh-bangun pastilah dialami setiap orang pebisnis.
Demikian juga halnya pengalaman Oom Willem. Namun, ia menegaskan:
"Kerugian tidak pernah menyurutkan semangat hidup saya." Hal ini
dibuktikannya dalam menyikapi suka-dukanya di PT Astra Internasional,
yang didirikan dan dibesarkannya tetapi harus dilepaskannya, demi
tanggung jawab pribadinya atas masalah yang menimpa Bank Summa, milik
putera sulungnya Edward Soeryadjaya, di tahun 1992.
Hal ini telah menghantarkannya dan segenap keluarganya ke masa-masa
yang amat sulit. Namun, kesulitan itu tidak sampai mengambil suka-cita
yang bersemi di hatinya. Ia menyerahkan semuanya kepada kehendak Allah.
.
Oom Willem, memang bukan sekedar figur pebisnis yang sukses dalam
bidangnya. Sebagai pendiri PT Astra Internasional, Oom Willem memang
bukan saja telah mendirikan sebuah perusahaan yang dihormati baik di
dalam maupun luar negeri oleh karena profesionalisme dan integritasnya.
Lebih dari itu, lewat visi dan komitmen sosialnya, Oom Willem juga telah
membuktikan sumbangsihnya kepada bangsa Indonesia dalam mengangkat
ekonomi nasional dalam arti seluas-luasnya, di antaranya menciptakan
lapangan kerja bagi puluhan ribu masyarakat Indonesia.
.
Visi memang merupakan salah satu kata kunci dalam kiat menyelami
tokoh bangsa yang pada usianya yang sudah berkepala delapan, tetapi
masih terlihat bugar ini. Visi tersebut yang memandu seluruh kemampuan,
dan terutama dalam pengembangan sumber daya manusia, serta pencapaian
tujuan dengan penerapan azas corporate governance yaitu transparency
(transparansi), responsibility (tanggung jawab) dan accountability
(pertanggungjawaban). Dimensi-dimensi ini yang acap kali tergeser
ataupun terlupakan oleh sementara orang, dalam prioritas pengembangan
bisnis maupun perekonomian.
.
Semenjak berdirinya Astra, Oom Willem selalu mementingkan
pengembangan kemampuan dan peningkatan pendidikan sumber daya manusia,
yang kemudian diterapkan secara konsisten dalam program-program
pelatihan dan beasiswa bagi karyawan. Pada saat awal tahun 70-an, banyak
tenaga kerja yang dikirim ke Amerika, Eropa maupun Jepang untuk
menambah ilmu dan keterampilan.
.
Lebih lagi, kesan yang sangat melekat pada diri Astra adalah
banyaknya tenaga kerja pribumi yang dipekerjakan, baik pada tingkat
karyawan biasa maupun dalam jajaran pimpinan. Ini salah satu wujud
ketulusan, kebanggaan dan kecintaannya sebagai warga bangsa Indonesia
kepada bangsa dan negaranya. "Saya cinta Indonesia, saya lahir, hidup
dan berkarya di Indonesia," tandas Oom Willem dengan tulus.
.
Selain itu, Oom Willem sangat mementingkan nilai-nilai seperti
naluri, loyalitas dan rasa percaya dalam merekrut tenaga. Dengan basis
ini, banyak inovasi bisnis dari pihak karyawan yang disetujui untuk
diuji-coba apabila dianggap layak, agar para karyawan terpacu untuk
mengasah kreativitas mereka. Rasanya tidaklah berlebihan apabila sebagai
sebuah perusahaan, nama Astra tidak terlepas dari sejarah, dan menjadi
identik dengan kata-kata seperti integritas, dan public service (layanan
kepada masyarakat).
.
Kendati demikian, PT Astra pun mengalami jatuh-bangun, banyak
mendapat guncangan, terlebih dari lawan-lawan bisnis yang boleh jadi iri
hati atas suksesnya. Oom William dijatuhkan lewat penutupan Bank Summa
milik Edward Soeryadjaya, anak pertamanya, periode tahun 1992-1993.
Inilah badai terbesar dalam perjalanan bisnis sang pendekar ini.
.
Oom William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu
berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling
penting baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank
Summa. Ia teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus
kehilangan mata pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual
saham-sahamnya di Astra guna memenuhi kewajiban Bank Summa.
.
Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa menjual
sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini orang adalah adanya
rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun, Oom Willem
sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu
dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan
spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak
Tuhan. Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan
dengan pengharapan yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang
terbesar adalah bagaimana Astra dapat terus berperan sebagai agen
pertumbuhan ekonomi nasional, yang antara lain dapat membuka lapangan
kerja lebih luas.
.
Memang, membuka lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang
tetap membara dari dulu hingga kini. Sebuah impian dan obsesi yang
dilandasi kepeduliannya kepada sesama. "Salah satu hasrat saya dari dulu
adalah membuka lapangan kerja," katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat
ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang berakibat bertambahnya
pengangguran.
Impian inilah yang mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT
Mandiri Intifinance. Di sini, ia mengumpulkan dana untuk diinvestasikan
ke dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium
enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan
lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat, yang
pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan. ►e-ti/tsl,
dariberbagai sumber
.
Andalkan Resep Saling Memberi
Tanggal 15 Januari merupakan tanggal bersejarah untuk pasangan
William Soeryadjaya dan Lily Anwar. Pasangan taipan yang menikah di
Bandung tahun 1947 itu merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-60.
Kepada Pembaruan, mereka membagi nostalgia cinta di masa silam.
William adalah anak kedua dari enam bersaudara. Namun dalam keluarga,
dia anak laki-laki tertua. Ketika masih kecil, dia sudah menjadi yatim
piatu. Itulah sebabnya Wiliam alias Tjia Kian Liong tumbuh menjadi pria
dewasa dan mandiri.
.
Saat masih sekolah di HCZS, sekolah dasar pada masa penjajahan
Belanda, di Kadipaten, William kecil sempat tak naik kelas. Berkat
ketekunan, dia dapat melanjutkan pendidikan ke MULO, sekolah tingkat
lanjutan pertama, di Cirebon. Namun lagi-lagi, William tinggal kelas.
Dari seluruh pelajaran, dia lebih menyukai ekonomi dan tata buku. Kelak,
dua pelajaran itulah menunjukkan bakatnya membangun usaha.
.
Bulan Oktober 1934, ayahnya dipanggil menghadap Yang Kuasa. Awan duka
belum hilang ketika ibu tercinta menyusul kepergian almarhum ayahnya
pada Desember 1934. Sebagai anak laki-laki tertua, William melanjutkan
usaha mendiang ayah berjualan hasil bumi. Bakat berdagang sang ayah
rupanya menurun kuat pada William.
.
Beberapa tahun kemudian, William pindah ke Bandung, Jawa Barat. Di
Kota Kembang itulah, pria kelahiran Majalengka, 20 Desember 1922 ini,
menemukan jodohnya. Seorang gadis Tionghoa bernama Lily Anwar memikat
hatinya. Kelak, gadis itulah yang menjadi pasangan hidupnya hingga kini
di usia 85 tahun.
"Kami bertemu di Bandung sekitar tahun 1943. Waktu itu, Lily adalah
anggota Chinese Red Cross yang diketuai Om Dollar, ayah mertua dari Rudi
Hartono (pebulutangkis, Red)," ia mengenang.
.
Ketika bertemu Lily seolah langsung jatuh cinta pada pandangan
pertama. Berikutnya, mereka kerap bertemu saat kegiatan Chinese Red
Cross berlangsung. Setelah menjalin hubungan selama beberapa tahun,
mereka memutuskan untuk serius. Pada usia 24 tahun, William menikahi
Lily yang ketika itu hanya terpaut usia satu tahun. Sekalipun keamanan
sedang tidak kondusif, William nekat menikahi sang kekasih.
.
"Begitu kami bertemu dan bertatap pandang, kami pun sama-sama jatuh
cinta. Cinta pada pandangan pertama. Gadis itu lincah, cantik, dan
menarik. Menurut cerita teman, dia banyak yang naksir," katanya.
.
Nikah Tanpa Tamu
Tampaknya Lily memang telah mencuri hati William. Di masa muda, Lily
memang gadis supel yang pandai bergaul. Terus terang, William terpikat
karena Lily cantik dan menarik. Pada 15 Januari 1947, mereka menikah
secara sangat sederhana. Bahkan, William tidak melakukan proses lamaran.
"Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah tanpa dihadiri
tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja. Benar-benar
sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya kami
tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke
Jalan Merdeka naik becak lagi," ia menambahkan.
Dari pernikahan itu, pasangan William dan Lily dikaruniai empat anak
yakni Edward (21 Mei 1948), Edwin (17 Juli 1942), Joyce (14 Agustus
1950), dan Judith (14 Februari 1952). Kini, mereka sudah memiliki 10
cucu dan satu cicit. Dalam waktu dekat, salah seorang cucu akan
melangsungkan pernikahan.
"Dia pandai mengurus dan mendidik anak-anak. Dia juga berani
berkorban untuk membela anak-anak dan suka menolong orang- orang yang
kekurangan. Hal seperti itu kerap mengharukan saya," puji William untuk
istrinya.
Belum dua minggu menikah, William pergi ke Belanda dan terpaksa
meninggalkan Lily di Bandung. Beruntung kemudian, Lily bisa menyusul.
Tahun 1948, ketika Edward lahir, William dan Lily hidup dari berjualan
kacang dan rokok paket kiriman dari Bandung. Meskipun tak punya uang
banyak, mereka masih dapat menyewa satu kamar di salah satu hotel di
Amsterdam.
Suatu ketika, mereka melakukan perjalanan ke Basell, Swiss. Dengan
tiket yang dibeli dari hasil berjualan, mereka menumpang kereta api.
Dalam perjalanan selama satu minggu itu, William, Lily, dan si mungil
Edward, hanya makan roti, bubur, dan susu untuk berhemat. Hingga
akhirnya, William memutuskan kembali ke Indonesia pada Februari 1949.
Kenangan-kenangan seperti itulah yang makin melekatkan hubungan kasih
William dan Lily.
.
Di atas kapal laut yang membawa mereka pulang, William kembali
mengalami kejadian yang cukup menakutkan. Si kecil Edward yang gemar
makan cokelat tiba-tiba tersedak. Sampai-sampai tidak bisa bernapas.
William sempat panik dan kebingungan, namun Lily tetap tenang dan sigap.
"Edward cepat-cepat dijungkalkan ibunya. Punggungnya ditepuk-tepuk
dengan keras. Cokelat itu akhirnya bisa keluar. Namun kejadian
mencemaskan itu tidak bisa saya lupakan," kenang tokoh pendiri
perusahaan Astra itu.
.
Resep Langgeng
William menyebutkan resep kelanggengan rumah tangganya adalah hanya
kemauan untuk saling memberi. Itulah sebabnya, kadang mereka sering
bepergian bersama. Meskipun tidak terlalu mahir, Lily dulu cukup sering
menemani William saat bermain tenis. Namun hubungan mereka bukan selalu
harmonis. Bak dalam sinetron, kadang mereka juga bertengkar sebagaimana
layaknya suami istri.
.
"Paling-paling ribut soal anak. Yang nakal, anak yang paling tua.
Tapi biasa saja, kalau tidak ribut itu bukan perkawinan. Kalau dia
sedang marah, saya pergi saja daripada berkelahi," kelakar kakek berusia
85 tahun yang masih gemar makan sate kambing dan durian itu.
Menurut Lily, resep menjaga keharmonisan rumah tangganya selama 60
tahun adalah berupaya saling memahami antara suami dan istri. Sebagai
pasangan, mereka harus bekerja sama. Itulah sebabnya, permintaan suami
sedapat mungkin ditindaklanjuti. Begitu pula sebaliknya.
"Dasarnya jangan melanggar asas kepercayaan. Suami dan istri haruslah
saling mempercayai. Tentu saja, kita juga harus mengikuti ajaran yang
telah ditetapkan Tuhan. Walaupun dididik orangtua untuk hidup mandiri
dan hidup berdikari, dalam ikatan pernikahan sesuai nilai aturan
kehidupan berkeluarga, saya tetap mengacu dan bekerja sama dengan
suami," tutur wanita kelahiran Bandung yang pernah mengelola perusahaan
batik orangtuanya di Yogyakarta.
Lily menambahkan suami istri harus saling bertanggung jawab dan
bersama -sama merawat anak. Sebagai istri, dia memang lebih banyak
membantu mengurusi anak-anak, karena suami sibuk dalam mengurus
pekerjaannya. Tetapi Lily sangat berterima kasih kepada Tuhan, karena
kerja keras sang suami akhirnya bisa membangun perusahaan seperti Astra
dan memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang.
.
"Kehidupan merupakan anugerah dari Tuhan dan kami berupaya untuk
hidup sesuai dengan ajaran kristiani dalam keluarga, walaupun itu tidak
mudah! Kami tetap harus mengucapkan syukur kepada Tuhan pada masa suka
dan masa sulit," ia menambahkan.
.
Hingga masa-masa akhir hayatnya , William dan Lily masih senang
bepergian. Bahkan Lily cukup sering bepergian sendiri atau dengan teman.
Sehari-hari, mereka nyaris tak pernah bisa tinggal diam. William dan
Lily kerap mendatangi kantor di bilangan Jalan Sudirman. Tepat 15
Januari , mereka akan merayakan pesta pernikahan di sebuah hotel di
Jakarta.
.
"Sebetulnya kami tidak aware bahwa mau dirayakan 60 tahun perkawinan.
Sesungguhnya semua ini tidak lain adalah pemberian Tuhan semata. Dari
mana lagi, kita mengharapkan sesuatu kalau bukan dari Tuhan? Maka dari
itu kita mesti bersyukur," sambung William.
Data :
Nama : William Soerjadjaja
Panggilan : Om William
Lahir : Majalengka, 20 Desember 1923
Isteri : Lily Anwar (Nikah di Bandung, 15 Januari 1947 )
Anak : - Edward (21 Mei 1948)
- Edwin (17 Juli 1942)
- Joyce (14 Agustus 1950)
- Judith (14 Februari 1952)