Refleksi HMI Untuk Membangun Bangsa

             Lebih dari setengah abad  HMI telah mengarungi pergolakan gerakan pemikiran. organisasi yang lahir pada 5 februari 1947 diprakarsai oleh Lafran Pane di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang diganti dengan Universitas Islam Indonesia (UII), tepatnya di Jogjakarta, yang merupakan kota bersejarah bagi lahirnya organisasi yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam yang telah genap usianya mencapai 64 tahun pada 2011 ini. Awal mula HMI didirikan dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang baru menyatakan kemerdekaannya pada 17 agustus 1945 oleh Soekarno presiden pertama Republik Indonesia, disamping itu pula HMI haruslah mempertahankan, mengembangkan, dan menyebarluaskan nilai-nilai ajaran Islam di bumi nusantara ini.

Dalam perjalanannya banyak rintangan, hambatan, tantangan yang harus dihadapi oleh organisasi kemahasiswaan ini, terlepas dari hal itu yang sangat memprihatinkan bagi HMI adalah ketika banyak tudingan-tudingan miring yang dilakukan oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab, bahkan organisasi yang berbasis Islam ini sempat mau dibubarkan oleh tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang diprakarsai oleh Aidit pada waktu itu. Namun terlepas dari itu semua HMI secara empiric tetap eksis dalam membangun sebuah peradaban menuju Indonesia yang bermartabat dan sejahtera. Adanya sebuah pergeseran tajam ditubuh HMI memang tidak bisa dipungkiri pada detik ini, akan tetapi bukan kemudian telah terjadi keruntuhan pemikiran dalam membangun tradisi intelektualisme secara keseluruhan seperti yang dilontarkan oleh Noer Fajriansyah selaku ketua umum PB HMI periode 2010-2012. Dimana kemudian logika dasar seorang ketua umum PB HMI, seorang public figure yang menyatakan “runtuhnya tradisi pemikiran HMI”.
Kita sebagai kader ummat (ke-Islam-an) dan kader bangsa (ke-Indonesia-an) secara moril punya tanggung jawab besar yang telah diamanahkan oleh the fanding father HMI, dan amanah yang dipasrahkan tersebut merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, maka kemudian apa yang harus dilakukan untuk menyongsong masa depan HMI? seharusnyalah dimulai dari internal HMI itu sendiri.  Kita sepakat ketika HMI telah terjadi yang namanya degradasi secara gradualistik, namun tidak bisa melihat pada satu aspek saja, bahwasanya HMI juga harus menjadi tonggak yang kuat dalam membangun bangsa yang demokratis, inklusif, dan multicultural, sehingga mampu membangun tatanan yang lebih baik lagi. Jika hari ini HMI menjadi wadah candradimuka pencetak koruptor, maka jangan menyalahkan alumni yang banyak duduk disenayan hanya menjadi biang kerok untuk meraup rupiah sebanyak-banyaknya, oleh karenanya itu juga banyak diperankan oleh para oknum yang aktif dalam organisaasi HMI. Ada salah satu filsuf yang mengatakan “ hati-hatilah dengan pikiran anda, jika pikiran anda baik, maka akan melahirkan sesuatu yang baik, juga sebaliknya jika pikiran anda rusak, maka juga akan melahirkan tatanan yang rusak pula”. Apakah hari ini HMI telah berbenah diri terhadap segala kekurangan yang dimiliki? Apakah evaluasi terhadap struktural HMI menjadikan organisasi ini menjadi lebih baik, belum tentu dan juga tidak bisa menjadi jaminan, lantas bagaimana memulihkan kembali tradisi intelektualisme HMI yang seakan sudah tercerabut dari akar tujuannya? Lagi-lagi ini merupakan tanggung jawab bersama sebagai insan organisatoris.
Tergerusnya sistem pemikiran HMI memang harus diakui bersama dan sebagai autokritik untuk membangun organisasi yang berbasis Islam ini secara mikro, akan tetapi jauh lebih penting bahwa HMI haruslah mengawal demokratisasi bangsa ini sebagai upaya dan bentuk tanggung jawab bagi fungsionaris, dalam membangun negara yang lebih maju. Diakui ataupun tidak proses membangun tradisi pemikiran teruslah berlanjut ditubuh himpunan, bukan kemudian runtuh akibat himpitan ideologi-ideologi dunia yang mengikis nilai-nilai ajaran Islam.
HMI bukanlah organisasi massa yang harus bertarung dipanggung publik dan politik, namun HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang bersifat perjuangan, yang bergerak dalam koridor satu tujuan yaitu “terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah Swt”. Suatu bingkai tujuan yang sangat ideal dan sempurna. Tentu saja kita butuh keseriusan yang utuh, serta pemikiran yang matang dan komprehensif dalam mengkerangkai gerakan HMI dalam membangun tradisi intelektualisme, sehingga mampu menghasilkan kader ummat dan kader bangsa yang dipersiapkan untuk memimpin negara ini. Oleh karenanya HMI haruslah berbenah diri terhadap proses kaderisasi yang sudah dilakukan, dan janganlah membangga-banggakan masa silam yang telah mencapai kejayaannya, biarlah semua itu menjadi historis yang tersimpan dalam memori panjang, dan saat ini serta masa depan kitalah yang menentukan untuk menciptakan sejarah baru bagi gerakan HMI sebagai upaya untuk membangun bangsa yang beradab.

Upaya Mewujudkan Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi  Allah Swt
Indonesia sebagai negara majemuk (beraneka ragam tapi tetap satu) dengan simbol Bhineka Tunggal Ika, sebuah negeri yang pada dasarnya mempunyai kekayaan alam yang melimpah ruah. Negeri hijau ini barang tentu sudah menjadi kandang para koruptor yang secara perlahan-lahan akan membunuh rakyatnya sendiri, tanpa disadari oleh penduduknya. Banyak problematika yang cenderung dipolitisir, sehingga masalah tersebut tidak menemukan titik temu yang pada akhirnya diharapkan hilang secara alamiah. Itulah negeri yang katanya kaya raya. Namun faktanya secara empirik banyak penduduknya yang hidup dalam garis kemiskinan.
Salah satu item yang didengungkan dalam tujuan HMI adalah “mewujudkan masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah Swt, bagaimana upaya organisasi kemahasiswaan ini mampu untuk direalisasikan? Hal ini tidak lepas dari peran yang menyatu antara HMI sebagai bagian dari bangsa ini, serta peran dari pada para alumni HMI yang sudah berperan dalam segala bidang sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Pada saat ini sudah mulai tampak kejenuhan yang sangat luar biasa, baik pada tataran birokrasi, tokoh cendekiawan, masyarakat terhadap sistem yang dibangun dinegeri ini, dengan menyatakan kebohongan publik telah terjadi dimana-mana. Apakah bangsa yang besar ini juga akan mengalami tragedi berdarah seperti tahun 1998, atau seperti dinegeri tetangga (Mesir) yang telah terjadi revolusi sistem politik pada hari ini.
Indonesia sebagai negara yang mempunyai kekayaan alam dan kesuburan akan tanahnya, justru tidak bisa dinikmati oleh rakyatnya sendiri, sebab pada substansinya rakyat tidak boleh cerdas saking mahalnya biaya pendidikan, walaupun sudah ada sejumlah wacana tentang pendidikan gratis, namun faktanya justru rakyat semakin diperas. Dalam liputan Metro TV pada tanggal 5 Februari 2011, jam 16.30 mengurai angka-angka kemiskinan yang ada di Indonesia. Versi pemerintah Republik Indonesia, angka kehidupan rakyat dalam garis kemiskinan mencapai 33.250.000 jiwa, sungguh sangat jauh sekali perbandingannya dengan apa yang dilontarkan oleh versi PBB, bahwa kehidupan rakyat Indonesia telah mencapai angka kemiskinan sampai pada 66.500.000 jiwa, lebih dari separuh perbandingannya. Lagi-lagi ini adalah kebohongan publik yang dilontarkan oleh pemerintah, hanya sekedar untuk mengkelabui rakyat dengan anatomi pencitraan yang ditampakkan, padahal substansinya tidak menyentuh sama sekali terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Bagaimana dengan langkah-langkah kongret yang harus dilakukakan kader ummat dan kader bangsa ini, menanggapi problem kebangsaan ini?
Langkah awal kader HMI harus mengkaji secara kritis dan objektif terhadap semua problem kebangsaan yang terjadi dinegeri ini, kemudian mengklasifikasikan problem dalam rangka sebagai tujuan oriented, selanjutnya mensosialisakan kepada semua elemen yang ada di Negeri ini, baik pada LSM, organisasi pemuda, kemahasiswaan, tokoh cendekiawan yang tergabanung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan melakukan langkah-langkah real dalam menciptakan pemerintah yang bersih, aman, sejahtera, supaya mempunyai kredibilitas yang tinggi di mata dunia.
Hal tersebut diatas sangat perlu untuk dilakukan oleh kader HMI, mengingat bangsa ini dalam kondisi yang semakin hari semakin terpuruk, baik pada aspek birokrasi yang dipenuhi dengan para koruptor, mafia hukum dan lain sebagainya. Disamping itu pula telah dipaparkan diatas bahwa Indonesia mempunyai berjuta-juta rakyat yang hidup dalam garis kemiskinan. Artinya disini ada logika terbalik, ketika pemerintah menyatakan bahwa bangsa Indonesia merupakan negeri subur, kaya akan sumber alamnya. Namun faktanya bahwa banyak di Indonesia angka pengangguran yang cukup tinggi karena tidak ada ketersediaan lapangan kerja, sehingga berdampak pada angka kemiskinan yang cukup tinggi.
Dengan demikian kader HMI haruslah mempunyai konstribusi besar dalam membangun peradaban bangsa ini, karena kami berkeyakinan bahwa tradisi kader HMI yang mempunyai kekuatan daya nalar kritis dan objektif, gerakan yang massive, semata-mata dalam rangka menjalankan amanah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang di ridhoi Allah Swt, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.

FAISOL
Aktivis HMI Cabang Jember
Cp. 085 236 919 141   
Share this article :
 
 

Copyright © 2011. HMI STAIN JEMBER - All Rights Reserved