Sumpah
Pemuda 28 Oktober 1928 adalah tonggak sejarah kebangkitan kaum muda untuk
berikrar tentang satu Indonesia. Kini makna tersebut makin kabur. Seolah-olah
proyek keindonesiaan hari ini sudah selesai. Cita-cita keindonesiaan antara
masa lalu, kini, dan masa depan hendak ditakar dalam kadar yang sama, bahwa
sepertinya keindonesiaan tuntas ketika lepas dari belenggu penjajahan (merdeka)
dan berdaulat secara politik. Salah besar jika ingatan kolektif seperti ini
terus dipelihara. Keindonesiaan adalah proyek yang terus bergerak, selalu punya
logika kepentingan zaman yang berbeda. Musuh yang amat nyata hari ini bukan
Belanda, Jepang, Inggris, dan Portugis yang dulu menjajah kita, melainkan
kemiskinan, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran, dan korupsi. “Keindonesiaan
belum selesai, Bung,” begitulah kata seorang pengamat politik.
“Saatnya kaum muda memimpin”
kemudian menjadi narasi besar pada tahun ini. Gaungnya makin membumi tatkala
Pemilu 2013 makin di depan mata. Semua orang, tidak hanya para pengamat yang
tiap hari bernyanyi kritis dengan tinta di media massa, tapi juga masyarakat
luas, merindukan hadirnya pemimpin muda. Keresahan tentang hegemoni kaum tua
dalam lingkaran kepemimpinan nasional, pada perayaan Sumpah Pemuda 28 Oktober
lalu, melahirkan ikrar bersama: saatnya kaum muda memimpin. Tokoh-tokoh muda
seperti Sukardi Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latief, Ray Rangkuti, Effendi
Ghazali, Anies Baswedan, Indra J. Piliang, dan Fajroel Rahman dengan lantang
meneriakkan kebangkitan kaum muda. Jaringan aktivis prodemokrasi tak kalah
kerasnya mengkampanyekan pentingnya pemimpin alternatif dari kalangan muda.
Semua gerah dengan kepemimpinan kaum tua. Kaum tua bukan obat yang mujarab lagi
untuk Indonesia hari ini.
Kaum tua gagal meneguhkan cita-cita
keindonesiaan yang modern. Kaum tua berdendang dengan lagu lama yang sudah
usang. Warisan kultur masa lalu (Orde Baru) masih sangat kuat mempengaruhi cara
kepemimpinan politik kaum tua. Bahkan ide reformasi dan demokratisasi pun gagal
diterjemahkan dalam formula kebijakan untuk membela kaum kecil. Pemilu gagal
melahirkan pemimpin yang revolusioner seperti Soekarno dan Hatta, berjiwa
pemberani seperti Hugo Chavez di Venezuela, Evo Morales di Bolivia, dan
Ahmadinejad di Iran. Kepercayaan yang diberikan kepada kaum tua untuk memimpin
tidak sepadan dengan prestasi yang dihadirkan. Kebijakan ekonomi yang cenderung
neoliberal gagal membangun “negara kesejahteraan”. Semangat pemberantasan
korupsi tidak sepadan dengan langkah-langkah konkret yang dibuat. Artinya,
kekuasaan kaum tua memproduksi kegagalan dan kebangkrutan.
Anie Baswedan ketika di wawancarai
dalam program talk show di salah satu stasiun televisi beberapa waktu tang lalu
berkata, “ pemuda harus berpikir out side the box artinya sebuah keharusan bagi
pemuda untuk memiliki gagasan dan pemikiran baru.ia menambahkan “ Tak ada yang
menarik dari pemuda kecuali hanya usianya. pemuda harus memiliki gagasan baru,
ide baru dan pemuda selalu membicarakan tentang cita-cita kedepan jika ada pemuda yang masih membicarakan masa lalu
maka itu merupakan kesalahan besar “.
Gagalnya para pemuda untuk menjadi
pemimpin masa depan karena beberapa faktor.pertama
beberapa partai politik yang masih
menganggap pemuda tidak bisa memimpin partai karena di anggap kurang berpengalaman.
Regenerasi seringkali terhalang oleh sebuah system politik yang ada.sistem
politik terutama pada partai politik ,tidak cukup member ruang yang terbuka
bagi munculnya calon-calon tokoh muda untuk tampil kedepan.tokoh tua masih
terlihat menghalangi munculnya sinar tokoh muda. Kedua,dominasi uang dalam pemilihan ketua partai. Sudah jamak kita
dengar menjadi ketua partai politik tidak cukup hanya bermodalkan kecerdasan
dan jaringan namun juga secara finansial haruslah mempuni.
Disisi lain runtuhnya bangunan
budaya akademis dikalangan pelajar dan mahasiswa perlahan mengalami degradasi
yang luar biasa. Hal ini dapat kita saksikan, tak ada lagi budaya
membaca,diskusi dan menulis di kalangan mahasiswa maupun dosen.kampus seolah
hanyalah pelarian untuk tidak dikatakan
sebagai pengangguran. Sejauh pengamatan yang kami lakukan kurang dari lima persen mahasiswa
yang setiap hari disempatkan berkunjung keperpustakaan. Banyak dari mereka
memilih nongkrong di kantin atau mencari kesibukan lain di luar kampus yang
tidak ada sama sekali tidak ada kaitanya denga dunia kemahasiswaan.
Seolah perjuangan bangsa kita
terhenti sampai bung karno memproklamasikan kemerdekaan .jika pemuda tak lagi
memikirkan bangsanya sendiri maka harapan penggagas kemerdekaan tentang bangsa
yang adil dan makmur perlu di soal kembali. Pola pikir praktis dan hedonis tak
dapat kita bendung, tidak saja bagi para politisi yang mementingkan kepentingan kelompok dan golongan namun kalangan
akademisi juga tak adabedanya dengan hanya mementingkan perutnya sendiri.
Tak heran seolah-olah tauran pelajat
telah menjadi life style bangsa kita. Duni pendidikan seolah di penuhi oleh para
preman yang tega saling bunuh tak kenal belas kasihan, Jakarta yang bisa kita
sebut sebagai kota metropolitan dengan seabreg fasilitas pendidikan yang
memadai beberapa bulan terakhir terjadi tauran pelajar hingga menewaskan dua
pelajar . Kesekolah tidak lagi menjadi satu hal yang menyenangkan namun kini
berubah menjadi hal yang menakutkan. Itu artinya masih banyak yang menjadi
pekerjaan rumah yang masih belum kita
selesaikan hingga hari ini. Tawar menawar hukum, mafia anggaran,mafia pajak, pemberantasan
korupsi, terorisme, kekerasan ormas dan sitem pendidikan kita masih belum final sampai hari
in, merupakan pekerjaan bersama
yang secepatnya perlu kita segera
rampungkan.
Maka,salah satu proyek kebangsaan
untuk segera dikerjakan oleh republik ini adalah penyamaian bibit kepemimpinan
kaum muda.proyek ini ditujukan sebagai kerja bersama bangsa untuk menbentuk
generasi persiapan yang nantinya di arahkan memegang tampuk kepemimpinan
nasional.
Sejarah-sejarah bangsa eropa, asia, afrika,
amerika latin dan juga Indonesia kaum mudanya muncul sebagai lokomotif
perubahan. Dengan karakter yang khas, gejolak hidup yang dinamis,keberanian
mengambil resiko yang besar,visi jauh kedepan,sudah sepantasnya jika dua tahun
kedepan di pimpin oleh kaum muda.seperti kata soekarno: seribu orang tua hanya
dapat bermimpi,satu orang pemuda dapat mengubah dunia.
Pemuda pemegang estafet kepemimpinan bangasa kedepan
sudah saatnya mengerti dan menyadari bahwa masalah bangsa ini adalah masalah
kita bersama terlebih para pemuda dan masalah anak-anak kita.
Yakusa
!!!
*Penulis
adalah Ketua Bidang Penelitian Pengembangan dan Pembinaan Anggota
(PPPA) HMI Cabang Jember Komisariat Sunan Ampel STAIN Jember
+ comments + 2 comments
yang muda terus bergerak untuk melakukan prubahan, sementara yang tua harus terus membimbing dan mengarahkan yang muda, tanpa harus masuk kedalam sistem...
tulisan yang cukup berbobot untuk dibaca oleh calon pemimpin muda hari ini